Posts

Showing posts from 2007

Islam: Antara Ritualisme Simbolik dan Aktivisme Sosial

Jika Islam adalah agama yang mengajarkan nilai-nilai kebaikan, kebenaran dan keindahan mengapa masih banyak Muslim yang justru --dalam beragam bentuk dan intensitasnya-- mengamalkan nilai-nilai yang berkebalikan: kejahatan moral, kebohongan kata-kata, keburukan ekspresi jiwa? Dengan kata lain, mengapa selalu ada paradoks antara ajaran ideal-normatif Islam dengan kenyataan kehidupan sosio-historis kaum Muslim pengamal ajaran itu? Contoh paling sederhana, Indonesia diakui sebagai negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar di dunia. Tapi, ironisnya, Indonesia juga diakui sebagai salah satu negara paling korup di dunia, negara di mana kasus-kasus perusakan lingkungan sangat memperhatinkan, pelanggaran hukum dan HAM yang cukup mencengankan. Pertanyaan senada yang mungkin menarik, apa artinya bila setiap kali orang-orang Muslim Indonesia beribadah, tapi mereka tidak mampu menghilangkan berbagai bentuk kemungkaran di bumi Indonesia ini? Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) IAIN

Panduan Menjadi Calon Gubernur

Suatu hari, jauh sebelum demam Pilkada Sulsel 2007 meninggi, aku didatangi seorang tokoh. Entah kenapa, dia minta saranku atas rencananya ikut hajatan demokrasi itu. Tapi lebih dari sekadar saran, aku malah mendiktekan semacam panduan yang kusebut ”Empat Si Enam Prioritas .” Pertama , lakukan refleksi atas niat Anda ikut pilkada. Apakah Anda sungguh-sungguh mau mengabdikan diri untuk kebaikan rakyat Sulsel? Tidakkah Anda sekedar tergoda kecenderungan meluapkan syahwat kuasa dan menumpuk kekayaan? Atau tersulut gairah dan emosi mengalahkan calon lain? Jika kedua hal terakhir ini motivasinya, berhentilah! Malulah pada diri sendiri dan Allah jika tetap ngotot maju. Sebab, niat menentukan proses dan resultan semua perbuatan. Menjadi gubernur bukan sekadar faktor banyaknya bakat dan besarnya minat, tapi terutama sucinya niat. Kedua, introspeksi potensi dan kualifikasi Anda sebagai cagub. Apakah Anda memiliki integritas moral, kematangan emosional, dan kecerdasan intelektual? Juga keci

Hidup Bukan Sekadar dari Pilkada ke Pilkada

Dalam beberapa minggu terakhir, saya tiba-tiba malas dan kesal membaca headlines  koran-koran lokal di  Makassar . Berita-berita utama dan liputan mereka melulu tentang kasak-kusuk politik menjelang pilkada gubernur Sulsel kurang lebih setahun mendatang. Saya gemas, akhir masa jabatan gubernur dan wagub sekarang masih cukup lama, tapi diskursus tentang cagub/cawagub berikutnya seolah-olah sudah demikian mendesaknya bagi kalangan politisi sehingga setumpuk persoalan rakyat yang justru lebih krusial dan genting dituntaskan cenderung diabaikan. Seakan-akan hidup hanya sekadar untuk memilih pejabat.   Kekesalan saya bukan terutama pada pers yang memang memandang pergunjingan politik sebagai berita yang laris dan seksi. Tapi pada atraksi politik murahan yang tiap hari dipentaskan sejumlah elit parpol berkaitan dengan pilgub. Rapat konsolidasi, penjaringan aspirasi, temu kader, konsultasi, pelamaran/kesediaan calon, pengusungan nama, kebulatan tekad, penjajakan koalisi, survey, dan sejuml