Posts

Kampus dan Budaya Parsel

Beberapa waktu lalu, lewat media sosial, saya menjaring komentar tentang budaya mahasiswa memberi makanan dan parsel kepada para penguji pada saat dan setelah ujian sarjana. Di luar dugaan, ada sekitar 400 orang menjempoli postingan itu. Dari 250-an respons, termasuk dari beberapa ‘korban’ praktek itu, terungkap, sejak beberapa dekade terakhir budaya ini sudah demikian massif dan sistemik di sebagian besar perguruan tinggi di Indonesia. Hampir semua responden mendukung upaya menghapuskan budaya ini dan mengecam pembiaran dari pihak dosen dan birokrasi kampus. Mereka menyatakan, praktek itu jelas memberatkan pihak mahasiswa. Beberapa bahkan memberi testimoni tentang praktek yang lebih parah di satu kampus di mana mahasiswa selain ‘dituntut’ memberi parsel kepada para penguji juga amplop berisi uang ratusan ribu hingga jutaan rupiah. Di sejumlah program pascasarjana, ada beberapa penguji terang-terangan meminta beragam hal kepada mahasiswa: ditraktir makan malam sekeluarga di restora...

Anregurutta dan Bulan Ceramah Ramadan

Sudah lumrah jika Ramadan disebut bulan pentas ritual, ajang akumulasi pahala, dan momen menghiba ampunan, rahmat dan berkah dari Allah. Tapi, jangan lupa, ia juga “Bulan Ceramah.” Sejak lama, ceramah jadi menu pelengkap beragam tradisi Ramadan di Indonesia. Mulai di musola, masjid, tempat buka puasa bersama, tarwih keliling, pengajian, majelis taklim, hingga televisi dan radio. Tak heran, setiap Ramadan tiba permintaan mubalig (penceramah) meningkat tajam. Mungkin lebih banyak daripada stok yang tersedia. Tak jarang, beberapa mubalig berceramah di dua tiga tempat berbeda dalam semalam. Fenomena mubalig dadakan atau musiman selama Ramadan tentu sudah lama terlihat di berbagai kota di Indonesia. Lantas, sejauh mana pengaruh intensitas ceramah Ramadan terhadap peningkatan pengetahuan, kesadaran dan pengamalan agama umat Islam di negeri ini dari tahun ke tahun? Untuk menjawab itu, tentu perlu penelitian khusus. Tapi mari lebih dulu meneroka keragaman sosok mubalig Ramadan. Di masa ...

Peluang dan Tantangan Rektor Baru UIN Alauddin Makassar

Bertempat di Kantor Kemenag RI Jakarta pada Kamis 9 July 2015 lalu, Prof Dr Musafir Pababbari MSi resmi dilantik oleh Menteri Agama sebagai Rektor UIN Alauddin Makassar periode 2015-2019. Ini mengakhiri kemelut berkepanjangan sekisar pemilihan rektor perguruan tinggi Islam negeri terbesar di Indonesia timur ini sejak awal 2015 lalu. Praktis mulai minggu ini, Prof Musafir akan segera diperhadapkan dengan sejumlah agenda rutin penting kampus yang tertunda akibat kemelut tersebut. Salah satunya, menandatangani tumpukan ribuan lembar ijazah sarjana baru yang tertuda sejak akhir periode rektor sebelumnya. Namun, lepas dari bengkalai administratif itu, sejumlah peluang dan tantangan akademikterhampar di depan Prof. Musafir dalam menakhodai UIN empat tahun ke depan. Pertama, restrukturisasi birokrasi kampus. Statuta baru UIN Alauddin memberi kewenangan penuh kepada rektor memilih wakil-wakil rektor, dekan-dekan, direktur program pascasarjana, ketua-ketua lembaga, dan kordinator dan wakor...

Tak Ada Cara Instan dalam Beragama

Apakah semarak dakwah dan pembelajaran agama di setiap Ramadan berpengaruh signifikan bagi perubahan prilaku keberagamaan kita ke arah yang lebih substantif dan produktif dari tahun ke tahun? Pertanyaan ini penting karena, dalam komunitas Muslim, yang lebih menonjol adalah fenomena keberagamaan ritual-simbolik atau aksi komunal berlabel agama seperti kemeriahan salat tarawih; semarak perjalanan umrah; gegap gempita tablig akbar; iring-iringan panjang pawai anti-Barat atau pro-khilafah; tumpah ruah pasar kaget komoditas berbau agama, dsb. Namun, tampaknya, kesalehan ritual seperti ini cenderung hanya membentuk karakter individu yang egois, pasif, angkuh, suka pamer dan kejar status. Banyak orang bangga menampilkan kesalehan ritual di ruang privat atau tempat ibadah, tapi tak segan memperagakan prilaku asosial di ruang publik. Tengoklah ciri umum lingkungan sosial di mana komunitas Muslim hidup: sampah bertebaran, comberan mampat, lalu lintas semrawut, hak-hak asasi yang terampa...

Merekayasa Perjumpaan Dengan Lailatulkadar

Image
“ Whether we like it or not, we live surrounded by mysteries which logically and existentially lead us towards transendence .” (F. Schuon dalam  Echos of Perennial Wisdom ,1992, 3).(Suka atau tidak, hidup kita dilingkupi oleh misteri-misteri yang secara logis dan eksistensial membawa kita kepada transendensi). Lailat al-qadar atau lailatulkadar (dalam KBBI) adalah salah satu misteri dalam kehidupan Muslim yang juga dapat membawa kepada transendensi. Karena merupakan misteri, peluang interpretasi tentang waktu, makna, dan hakikat peristiwa itu selalu terbuka. Para ulama pun telah menulis ribuan buku yang mengurai misteri ini. Maka tiap Ramadhan tiba, lailatulkadar menjadi sebuah momen yang paling ditunggu-tunggu kaum muslim. Alquran menyebut malam ini lebih baik daripada seribu bulan. Dengan seizin Allah, para malaikat dan ruh (jibril) turun ke bumi, mengatur segala perkara. Kedamaian pun tercipta hingga fajar menyingsing (al-Qadr: 3-5). Dalam penjelasan klasiknya, ...