Panduan Untuk Calon Bupati


Setelah beberapa hari kedatangan bulan Ramadan tahun ini, saat meriang pilkada di beberapa daerah di Sulsel sedikit menurun, aku kedatangan pula seorang tokoh dari daerah kelahiranku. Entah mengapa, dia minta saranku atas rencananya ikut hajatan demokrasi di daerahnya tahun ini. Tapi lebih dari sekadar saran, aku malah mendiktekan semacam panduan yang kusebut ”Esprit.” Singkatan dari empat Si enam Prioritas.

Pertama, lakukan refleksi atas niat Anda ikut pilkada. Sungguh-sungguhkah Anda mau mengabdikan diri untuk kebaikan rakyat di daerah Anda? Tidakkah Anda sekedar tergoda kecenderungan meluapkan syahwat kuasa dan menumpuk-numpuk kekayaan? Atau tersulut gairah dan emosi mengalahkan calon lain? Jika kedua hal terakhir ini motivasinya, berhentilah! Malulah pada diri sendiri dan Allah untuk tetap ngotot maju. Sebab, niat menentukan proses dan resultan semua perbuatan. Menjadi bupati bukan sekadar faktor banyaknya bakat dan besarnya minat, tapi terutama sucinya niat.

Kedua, introspeksi potensi dan kualifikasi Anda sebagai cabup. Apakah Anda memiliki integritas moral, kematangan emosional, dan kecerdasan intelektual? Juga kecintaan pada kebenaran, pengetahuan, dan keadilan; kesederhanaan, keteguhan dan keberanian dalam hidup; serta kemantapan fisik dan kefasihan? Pendeknya, sebandingkah kualifikasi Anda dengan tugas, wewenang dan tanggung jawab memimpin jutaan rakyat? Jika tidak, Anda ditakdirkan untuk gagal. Popularitas (lewat survei), deretan gelar akademik, karir militer bertabur bintang, modal milyaran rupiah, retorika yang memukau, titisan darah aristokrat atau tokoh pejuang, serta basis dukungan parpol yang kuat, takbisa serta-merta jadi ukuran kapabilitas dan kompatibilitas Anda menjadi bupati yang sukses.

Ketiga, investigasi peluang dan dukungan rakyat kepada Anda. Jangan kelewat yakin bakal menang. Jika kalah nanti, Anda bisa kecewa dan stress berat, atau bisa-bisa kalap bunuh diri. Selain survei, teliti sendiri mengapa rakyat mendukung Anda. Yakini, mereka memang tahu potensi dan kualitas kepemimpinan Anda, bukan sekedar ingat foto Anda. Selami alasan para pendukung setia menghela Anda maju agar tidak tertipu dan tereksploitasi. Antisipasi orang-orang oportunis dan kelompok kepentingan yang eksploitatif dan manipulatif menjadi tim sukses Anda. Bebaskan diri dari utang (budi) yang mustahil Anda tunaikan kelak kecuali ber-KKN. Hindari menebar janji dan konsesi ekonomi-politik jangka pendek kepada para pendukung Anda. Rangkul hati rakyat dengan mengkomunikasikan secara ugahari niat tulus Anda mengabdi pada mereka.

Keempat, lakukanlah kontemplasi atau meditasi. Sebagai manusia biasa, Anda takbisa memastikan sendiri “kebaikan” jabatan bupati untuk diri, keluarga Anda, dan terutama rakyat. Berkonsultasi langsunglah dengan Allah (misalnya lewat salat tahajud dan istikharah). “Ya Allah Yang Mahatahu, jika jabatan bupati kelak akan membawa kebaikan bagi dunia dan akhiratku, diri dan rakyatku, mudahkanlah bagiku meraihnya. Namun, jika jabatan itu hanya baik bagi duniaku, diri dan keluargaku, tapi membawa mudarat bagi rakyatku, jauhkanlah ia dariku sejauh-jauhnya.”

Jika jawaban keempatnya positif, mulailah sosialisasikan visi, misi dan platform kerja Anda. Jangan hanya tebar pesona, citra, retorika, dan dana. Itu hanyalah gaya politik feodal dan kampungan. Sekadar pola, kusarankan minimal ”Enam Prioritas.”
Pertama, prioritaskan kualitas pemerataan kesejahteraan rakyat. Sudah sangat klise memang, tapi ini merupakan prakondisi penting bagi akselerasi pembangunan bidang lainnya. Pertumbuhan ekonomi secara akumulatif tanpa pemerataan kualitas kesejahteraan akan berujung pada krisis sosial-ekonomi yang akut dan ajeg: konflik horizontal, KKN, kriminalitas, dsb. Kebijakan pembangunan Orde Baru selama lebih tiga dekade adalah contoh yang tedas. Dengan payung Otda, optimalkan keunggulan kompetetif dan komparatif SDM dan SDA daerah Anda sembari tetap mempertahankan nilai dan tradisi sosial-budaya dan kelestarian lingkungan hidup. Jadikanlah kebebasan, kesetaraan, kejujuran, keadilan dan kegotongroyongan sebagai prinsip-prinsip utama kebijakan ekonomi Anda.

Kedua, lecutlah peningkatkan kualitas pendidikan. Walau ini masalah klasik, tapi pendidikan adalah faktor terpenting dalam peningkatan kualitas SDM sebuah bangsa. Ironisnya, pendidikan kita selama lebih tiga dekade terakhir telah gagal menempa generasi yang tangguh secara moral dan intelektual serta berdaya saing global. Ketimpangan anggaran, kerancuan orientasi, inkompetensi pengelola, sentralisasi kebijakan, dan semrawutnya tata-kelola adalah faktor-faktor terpenting kegagalan itu. Maka, alokasikanlah APBD untuk pendidikan sebesar mungkin (bukan hanya 20 %) sesuai kemampuan daerah. Ketimbang megaproyek bisnis mercusuar, prioritaskanlah pembangunan infrastruktur dan suprastruktur pendidikan, misalnya pendirian perpustakaan atau taman baca di tiap desa dan kecamatan. Setarakan status dan prestise sosial-ekonomi para perkerja di bidang pendidikan dengan karyawan bidang bisnis dan industri.

Ketiga, sesegera mungkin tegakkan keadilan hukum secara tegas dan tegar. Ini bukan sekedar retorika tapi menjadi salah satu prakondisi terpenting bagi tercapainya orde politik, ekonomi dan sosial yang jujur, adil, dan berkelanjutan. Good, clean and credible governance akan menumbuhkan kepercayaan, kecintaan dan kepatuhan rakyat. Untuk tujuan itu jagalah moralitas pribadi Anda (bebas KKN, narkoba, perselingkuhan dsj), tebarkan kecintaan pada rakyat, dan bangun kredibilitas, kapabilitas dan wibawa -- bukan kekuasaan. Beri peluang dan keluwesan dari bawah kepada komponen-komponen civil society untuk menjalankan inisiatif, peran perubahan, dan fungsi kontrol secara efektif dan konstruktif.

Keempat, segera selamatkan lingkungan hidup di daerah Anda. Kerusakan lingkungan yang semakin parah adalah masalah besar dan genting yang sedang kita hadapi secara regional, nasional dan global. Rentetan bencana alam dahsyat yang mendera sejumlah wilayah Nusantara sejak sepuluh tahun terakhir barulah sebagian kecil imbas pembangunan yang tidak tepat, tegas, terpadu, dan berpihak pada lingkungan. Pola pendekatan teknologis dan ekonomis terhadap lingkungan harus dibarengi pendekatan hukum, sosial-budaya dan etik-spiritual yang bisa bersumber dari agama dan kearifan lokal. Segera hentikan eksploitasi SDA secara massif dan taksabaran demi akumulasi PAD secara instan tapi mengakibatkan kerusakan abadi infrastruktur ekonomi rakyat.

Kelima, prioritaskan peningkatan kehidupan beragama yang fungsional, inklusif, dan toleran. Giatkan wacana dan aksi keagamaan yang berdimensi sosial, intelektual, kultural dan ekonomis. Nomorduakan pembangunan aspek ritual atau upacara keagamaan. Pembangunan bidang agama berhasil bukan karena peningkatan kuantitas pendirian rumah ibadah, jumlah jamaah haji, intensitas seremonial/ritual, atau produktivitas perda-perda bernuansa Syariat Islam, tapi karena kualitas toleransi antarumat beragama dan peran vital mereka membangun kualitas moral bangsa.

Keenam, reinvensi dan revitalisasi nilai-nilai unik sejarah dan budaya daerah yang dulu pernah berkembang secara kreatif. Kurangnya upaya restorasi dan revitalisasi nilai-nilai ini, ditambah terpaan globalisasi gaya hidup modern yang konsumtif, permisif, dan individualistik, membuatnya makin tergerus dan dilupakan. Padahal, jika dieksplorasi secara kreatif, ia akan memberi kita inspirasi, motivasi dan kebanggaan positif sebagai manusia Sulsel serta memperkokoh karakter kita sebagai sebuah bangsa. Jangan biarkan warisan tersebut memfosil dalam limbo sejarah. Semarakkan kembali wacana, kajian, pameran dan pagelaran seni-budaya Sulsel. Revitalisasi lembaga-lembaga pendidikan dan penelitian bidang sosial-budaya.

Tentu saja identias tamuku itu takbisa dilacak karena dia memang takpernah benar-benar mendatangiku. Ya, dia hanyalah tokoh imajinerku, dan aku hanya sedang berimaginasi. Tapi daripada mual-mual saat berpuasa karena membaca jargon-jargon klise dan menggelikan di baliho dan spanduk pilkada sepanjang jalan di Sulsel, mungkin lebih enak membaca imaginasi seperti ini.

Comments

Popular posts from this blog

Arung, Topanrita dan Relasi Kuasa di Sulsel

Memperebutkan Makna Islam

Obama dan Kita Menjelang Pesta Demokrasi 09